Dosen Kimia UNAIR Beropini dalam “Menghadapi Kelangkaan Minyak Goreng”
NANIK SITI AMINAH; Professor Natural Product Chemistry, Departemen Kimia, Universitas Airlangga
Sejak akhir 2021 hingga hari ini, berita kelangkaan minyak goreng masih mendominasi. Beberapa daerah masih terdapat antrean panjang untuk mendapatkan minyak goreng murah, meski jumlahnya sudah jauh berkurang. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, minyak goreng menjadi barang langka di Indonesia. Suatu ironi bagi negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Masyarakat harus antre untuk mendapatkan satu atau dua liter minyak goreng murah dari operasi pasar.
Indonesia pernah mengalami menurunnya produksi minyak goreng, sekitar periode 2002-2007 atau ketika Indonesia mulai gencar menggeluti biodiesel. Namun setelah ditelusuri, menurunnya produksi minyak goreng tersebut tidak mengakibatkan langkanya minyak goreng. Kenaikan harga minyak goreng dirasakan sejak November 2021. Pemerintah turun tangan dengan memberikan kebijakan satu harga, yaitu Rp 14 ribu per liter. Namun, rupanya ini tak diikuti ketersediaan barang, terbukti minyak dengan harga tersebut sangat sulit ditemukan.
Setelah pemerintah membebaskan harga minyak goreng kemasan sesuai harga keekonomian, perlahan minyak goreng dalam kemasan muncul di pasaran, meski dengan harga cukup tinggi. Apakah anggaran BLT minyak goreng yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp 6,19 triliun bagi 20,65 juta keluarga penerima manfaat, dengan nominal Rp 300 ribu per penerima yang dicairkan pada April 2022, menjadi solusi mengatasi kenaikan harga minyak goreng? Mungkin saja “iya”, tetapi hanya sementara, yang diperlukan solusi jangka panjang. Terkait hal ini, penulis memaparkan kulitas minyak goreng berbahan baku kelapa dan teknik produksinya.
Sumber minyak goreng
Sumber utama minyak goreng Indonesia saat ini kelapa sawit. Sebetulnya, masih banyak alternatifnya, di antaranya daging buah kelapa, jagung, biji bunga matahari, wijen, kedelai, biji buah anggur, dan dedak beras.
Daging buah kelapa merupakan sumber alternatif paling berlimpah dan mudah pembuatannya bagi masyarakat, sehingga paling memungkinkan direkomendasikan sebagai pengganti minyak sawit. Berbagai riset mengungkap kebaikan dan kekurangan minyak sawit dan minyak kelapa.
Terdapat satu sifat kimia paling menonjol dari keduanya, yaitu minyak kelapa mengandung lemak jenuh lebih besar dibandingkan sawit, sehingga minyak kelapa lebih stabil pada suhu tinggi dan tidak mudah teroksidasi.
Kandungan senyawa metabolit sekunder dalam jumlah minor seperti vitamin E dan bermacam senyawa fenolik pada minyak goreng, baik dari sawit maupun kelapa, memberi nilai tambah luar biasa dari sisi aktivitas biologinya. Di antaranya, sebagai anti-microbial, anti-viral, anti-parasitic, anti-inflammatory and analgesic, anti-oxidant, cardiovascular protective, anti-proliferative, dan anti-cancer.
Produksi buah kelapa
Di samping penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia penghasil buah kelapa terbesar di dunia. Tak kurang 18 juta ton kelapa dihasilkan per tahun. Berdasarkan laporan dari Dinas Pertanian 34 provinsi, buah kelapa dihasilkan dengan jumlah bervariasi, kecuali DKI Jakarta. Provinsi Riau penghasil tertinggi dari 2018-2021, rata-rata empat tahun terakhir 393.518 ton/tahun. Pohon kelapa ini sebagian besar tumbuh di pedesaan, terutama pesisir sehingga memungkinkan masyarakat mengolah daging buah kelapa menjadi minyak kelapa. Kegiatan ini bisa dilakukan masing-masing keluarga ataupun berkelompok. Para kepala desa bisa membuat usaha pembuatan kelapa melalui bumdes, dan memasarkannya secara komersial setelah kebutuhan desa terpenuhi sehingga antrean minyak goreng tak terjadi.
Produksi minyak kelapa, teknologinya mudah dan setiap orang dapat melakukan di rumah dengan peralatan sederhana. Berikut ini contoh teknik untuk memproduksi minyak kelapa di rumah. Pertama, daging buah kelapa diparut/dihaluskan lalu dipisahkan santan dari ampasnya dengan bantuan penambahan air. Santan kental yang diperoleh, dipanaskan pada suhu titik didih air selama beberapa jam sampai air dan minyaknya terpisah. Bagian minyak yang telah terpisah dari air, masih bercampur dengan gumpalan protein, disebut blondo. Kedua, campuran ini biasanya dipisahkan dengan teknik penyaringan. Santan kental diletakkan dalam botol kaca besar dan didiamkan 20-24 jam. Bakteri asam laktat di udara, yang memiliki kemampuan memutuskan ikatan protein, bekerja pada santan kelapa. Setelah 24 jam akan terbentuk empat lapisan. Lapisan bawah merupakan sedimen bergetah dan kedua yang tampak seperti susu skim encer dipisahkan. Lapisan ketiga berupa minyak, disebut VCO. Lapisan atas, dadih fermentasi mengambang, mengandung minyak yang terperangkap. Bisa dipisahkan dengan teknik penyaringan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan, Indonesia penghasil sawit dan kelapa terbesar di dunia. Biji buah kelapa dapat dijadikan alternatif pengganti untuk memproduksi minyak kelapa dengan kualitas tak kalah dari minyak sawit, bahkan bisa lebih baik. Masyarakat desa dapat diberdayakan untuk memproduksi minyak kelapa, dengan teknologi yang mudah dan sederhana. Kemandirian ekonomi bisa diawali dari keluarga, kelompok, dan desa.
Diunggah kembali oleh admin dari sumber [Menghadapi Kelangkaan Minyak Goreng] (republika.id)